Salam jumpa kembali. Sesuai janji saya di artikel sebelumnya yang membahas tetang Orang Pendek yang akan aktif kembali menulis artikel maka kali ini saya menepati janji tersebut.
Akhir-akhir ini saya sangat menyukai Cerita-cerita sejarah. Maka dari itu saya mengangangkat tulisan mengenai sejarah peradaban masa lalu. Sebuah perdadaban kuno di tanah batak. Lebih tepatnya berada di Dusun Hopong.
Dusun hopong adalah bagian dari desa Dolok Sanggul,Kecamatam Simangumban Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sebuah dusun tua yang telah ada ratusan tahun lalu. Menyimpan banyak sejarah peradaban masa lalu yang modern pada saat itu. Namum sayang, di era sekarang justru tempat yang dahulu sudah punya peradaban modern justru menjadi sebuah dusun tertinggal. Rasa penasaran yang tinggi membuat saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke dusun ini untuk mengetahui secara langsung sejarah yang masih bisa di telusuri.
Here we go!
Rabu 11 april 2017, saya dan 2 orang teman melakukan perjalanan menuju Hopong. Berangkat dari Padangsidimpuan siang hari sekitar pukul 12.00. Di jalan sempat terhadang hujan. Tepat di Sipirok kami singgah di rumah salah seorang kawan. Memang dasar rezeki anak sholeh, ternyata si abang lagi meracik kopi jantan. Sudah kopi jantan, luwak pula itu. Jadilah kami ngopi disana sembari ngobrol menanti hujan reda. Dan akhirnya hujan pun reda sekitar jam 3 sore. Segera berkemas dan melanjutkan perjalanan kembali.
Dokumenter Hopong Journey
Berjalam terus di gerimis yang setia menemani sepanjang jalan. Hingga sampai ke pekan simangumban. Disitulah simpang masuk ke arah hopong. Masuk ke simpang, langsung di hadapkan dengan tanjakan terjal nan panjang dan menikung. Karena jalanan licin saya memelankan laju kendaraan takut bila ban slip. Kan gak lucu kalau jatuh cuy. Perjalanan baru berhenti di dusun Lumban Garaga. Kami berhenti di sana karena hendak memohon izin kepada Kepala Desa atas rencana kujungan kami ke dusun Hopong. Ini adalah hal wajib yang saya lakukan bila berkujung ke desa untuk menjelaskan maksud dan tujuan. Sayangnya, Bapak kepala desa tak berada ditempat. Kami diterima oleh istri kepala desa dam menjelaskan kalau bapak sedang ada urusan dinas ke Tarutung (ibu kota kabupaten Tapanuli Utara). Jadilah kami meminta menyampaikan maksud dan tujuan serta meminta izin untuk berkunjung. Gayung bersambut, istri pak kades mempersilakan serta memberi kami petunjuk untuk menjumpai Kepala Dusun Hopong dan Kepala Urusan Pembangunan sesampainya nanti di dusun Hopong.
Begitu tiba di dusun Hopong bocah-bocah lucu ini menyambut kami dengan riangnya
Di desa Dolok Sanggul ini terdapat 4 buah dusun yaitu, dusun Lumban Garaga, dusun Hapundung, dusun Pagaran Ri dan dusun Hopong. Desa ini masih masuk dalam kecamtan Simangumban Jae, Kabupaten Tapanuli Utara. Sebuah desa terpencil dan jarang mendapat perhatian dari pemerintah.
Perjalanan kami berlajut setalah mendapat izin dai desa. Jalanan asapal rusak berbatu kami telusuri beberapa kilometer hingga kami berjumpa dengan pemukiman masyarakat pada ujung jalan. Inilah dusun yang kami tuju, dusun hopong. Dengan rumah-rumah panggung berbahan kayu. Kami sampai di desa sekitar pukul 17:30 sore hari. Melihat kedatangan kami banyak masyarakat yang tengah bersantai di depan rumah meliat ke arah kami. Salah seorang dari mereka berjalan mendekat menghampiri kami lantas mananyakan maksud kedatangan kami. Langsung saja kami menjelaskan kedatangan kami. Dan meminta di antarkan ke rumah kepala dusun. Kebetulan pada saat itu kepala dusun belum ada di rumah, masih di ladang. Jadilah kami menunggu kedatangan kepala dusun di depan rumah beliau.
Beberapa saat kemudian kepala dusun yang kami tunggu-tunggu datang dengan membawa kelapa di pundaknya. Singkat cerita kami sampaikan maksud dan tujuan kami yang disambut pak kadus dengan menawarkan menginap di rumahnya. Ya, malam itu kmai menginap di rumah pak kadus. Malam itu kami habiskan dengan bercerita tentang desa ini. Banyak cerita sejarah yang kami dapatkan. Beberapa hal yang penting saya catat pada aplikasi note di ponsel saya. Salah satu yang menarik dalah cerita saat ada pencurian patung, lantas mereka melaporkan kepada kepolisian hingga tertangkaplah sang pelaku pencurian benda cagar budya tersebut. Ntah berupa kutukan atau apa, setiap orang yang mencuri/membawa patung dari sini dengan niat jahat pasti di timpa musibah. Tak lama setalah menjalani hukuman penjara, pelaku pencurian tersebut meninggal tanpa sebab yang pasti di dalam penjara. Menurut penururan mereka, daulu di dusun ini terdapat 175 buah patung. Maraknya pencurian dan beberapa patung di pindahkan ke berbagai museum hingga yang tersisa saat ini hanya 17 buah patung dalam berbgai kondisi.
Makan malam kami akhirnya tersaji, sederhana namun nikmat
Ada juga cerita unik lain soal goa hopong. Pada akhir tahun 90an pernah rombongan siswa dari salah satu SMA di tarutung mengadakan study tour ke desa ini. Salah satu tepat yang mereka kunjungi adalah goa hopong. Salah seorang siswa tersebut nekat masuk kedalam lorong sempit di dalam goa yang pada ujungnya terdapat sebuah ruangan besar. Di dalam rungan di ujung lorong tersebut siswa yang nekat tadi menemukan gelang emas dan tulang belulang. Temuan lain adalah sebuh gong berukuran sedang di dalam goa.
Aktivitas bocah-bocah berangkat sekolah, hujan bukan penghalang
Cerita-cerita kami malam ini membuat rasa penasaran semakin tinggi untuk menjelajahi dusun hopong ini. Setalah makan malam nikmat malam itu kami di ajak berjlana-jelan keliling dusun. Hingga kami berhneti di salah satu rumah yang kelihatan ramai. Tenyata banyak warga masyarakat yang berkumpul disini saat malam hari. Sebabnya adalah karena hanya di rumah ini terdapat pesawat televisi. Satu hal unik yang saya temui. Tak terasa malam semakin larut, kami kembali lagi ke rumah bapak kepala dusun untuk beristirahat. Ya, dusun ini memang belum teraliri listrik. Listrik yang mereka gunakan hanya berasal dari mesin penggilingan padi yang di modifikasi sedemikian rupa untuk menghasilkan arus listrik terbatas. Lampu listrik hanya dibatasi 3 titik perumah tangga, dan hanya hidup mulai pukul 6 – 11 malam (5 jam). Lampu istrik dari genset telah padam sekitar pukul 23.00 malam. Kini penerangan kami satu-satunya hanya dari lampu lentera dengan solar sebagai bahan bakarnya. Hmm…sudah cukup lama saya tidak merasakan kebersahajaan seperti ini.
Lentera menemani tidur kami
Menuju Komplek Pemakaman Kuno
Patung yang baru saja kami temukan di kompleks pemakaman kuno
Pagi nan dingin menyambut. Dari sudut jendela terlihat aktivitas mansyarakat dusun ini. Anak-anak sekolah terlihat berjalan berangkat k sekolah walau pagi itu gerimis datang. Mantel plastik dan payung mereka kenakan. Sedangkan warga lain bersiap memulia kativitas pagi dengan berangkat ke ladang masing-masing.
Pagi itu kami membagikan alat tulis berupa buku, pensil,penghapus dan penggaris untuk anak-anak yang hendak berangkat ke sekolah. Tampak keceriaan di wajah mereka mendapat oleh-oleh dari kami.
Selepas sarapan kami berencana menuju goa hopong yang berjeraka sekutar 1 km dari pemukiman. Namun harus tertunda karena hujan yang semakin deras. Sementara pak kadus dan Raja hopong sudah bersiap menemani kami menuju goa. Jadilah kami runah rencana, ya…kami memutuskan mengunjungi kompleks pemakaman kuno yang terletak di belakang dusun. Tepatnya di areal kebun karet dan coklat/kakao. Tujuan kami kesini adalah untuk melihat pemakanan kuno berdsarkan penuturan cerita mereka tadi malam yang mengatakan semua patung yag ditemukan berasal dari pemakaman ini. Sebeneranya tak terlihat seperti makam, hanya berupa gundukan tanah yang di tutupi rerumputan dan dedanuan kering saja.
Walau berukuran kecil, patung temuan ini lumayan berat
Di atas gundukan taah tadi terdpat bebatuan. Kami mencoba mencari struktur bebtauan yang agak “aneh” manatau itu adalah potongan patung atau prasasti. Beberapa batu kami coba amati namun apa yang di cari tak kunjung bersua. Rezeki anak baik berpihak pada kami. Kami menemukan apa yang kami cari. Ada batu berbentuk menjang setengah terkubur. Setelah di angkat ternyata itu adalah patung. Bahkan dalam kondisi utuh tanpa ada yang rusak. Kami coba bersihkan untuk meperjelas hasil temuan ini. Setelah kami dokumentasikan kami mneyarakan pada pak kepala dusun agar patung yang baru kami temukan ini di relokasi ke dusun di satukan dengan patung lainnya. Kami khawatir patung ini tidak aman bila dibirakan berada disini. Bukan hal mustahil akan memeberi kesempatan pencuri patung untuk beraksi. Pak kepala dusun setuju dengan saran kami dan jadilah patung tersbut di angkat untuk di pidahkan ke dusun disatukan dengan patung lainnya. Sesampainya di dusun, Raja Hoong menggali tanah untuk untuk menempatkan patung ini. Kini bertmabah satu lagi koleki patung di dusun kuno ini. 17 buah patung berdiri di tengah dusun.
Bapak Kepala Dusun menggotong patung hendak di pindahkan ke dusun
Namun ada satu hal yang membuat miris. Tempat patng ini diletakkan hanya pada tanah di antara dua buah rumah. Tepat di atas patung terdpat jemuran pakaian milik warga. Sungguh disayangkan benda peninggalan sejarah peradaban kuno ini dibiarkan dalam keadaan yang seperti ini. Padahal menurut penuturan Raja Hopong banyak perantau dari dusun ini yang sukses di perantauan. Bahkan beberapa dari mereka ada yang menjabat salah satu perwira di kepolisian. Namun tidak ada dari mereka untuk sekedar memberi perhatian dan kepedulian lebih pada kampung halamannya. Maka pantaslah kalau saya menyebut dusun hopong adalah dusun yang terabaikan dan tidak mendapat perhatian. Padahal menurut penuturan Raja Hopong, beliau rela menyumbangkan tanahnya untuk tempat mendirikan bangunan permanen sebagai tempat untuk meletakkan patung ini dengan LAYAK. Beliau memperkirakan dana sekitar 5-7 juta rupiah untuk mewujudkannya. Wraga dusun hopong juga bersedia bergotong royong dalam proses pembangunanya. Besar harapan saya melalui tulisan ini menggugah hati orang-orang berhati mulia yang mau menyumbangkan sedikit rezekinya untuk mewujudkan impian masyarakat hopong ini. Apabila hendak membantu silahkan langsung hubungi Raja Hopong yang saya maksud di nomor berikut: 0823-7023-9452. Di dusun hopong jaringan seluler kurang baik. Jadi bila ingin menghubungi beliau saya rankan lebih baik di sms terlebih dahulu. Amanah bliau sudah saya publikasikan.
16+1, kini koleksi patung berjumlah 17 buah
Melihat Lebih Dekat Patung Kuno
Usai meletakkan patung temuan tadi. Kami mengahabiskan dengan melihat lebih dekat patung kuno yang kini berjumlah 17 buah. Dari 17 buah patung hanya terdapar 2 patung yang dalam kondisi utuh. Selebihnya dalam kondisi tidak utuh bahakan pecah.
Sungguhlah bila saya mengatakan bahwa peradaban tinggi jaman dahulu pernah ada di tempat ini. Perdaban tinggilah yang mampu menciptakan patung dengan nilai seni tinggi yang bertahan hingga sekarang.
Dari penuturan Pak Kadus dan Raja Hopong mengenai patung ini konon katanya semua patung ini ditemukan di atas makam kuno. Setiap patung punya ciri khas tersendiri mewakili orang yang dimakamkan. Saya menduga patung ini sengaja dibuat untuk mengabadikan orang yang sudah meninggal tersebut. Sama halnya dengan kita du dunia moderm ini yang mengabadikan lewat foto.
Tangan saya sempat iseng mencungkil dengan kuku sedikit bagian patung. Ternyata lembut. Saya penasaran dengan jenis batu yang digunakan. Apakah terbuat dari baru keras lalu dipahat atau batuan lembut. Ternyata batuan yang digunakan adalah batuan lembut sejenis batu kapur. Hal tersebut dibenarkan dengan infrormasi tambahan yang saya dapatkan kemudian bahwa batuan yang digunakan memang dari baruan kapur yang memang banyak terdapat di daerah ini. Batuan kapur banyak saya lihat disisi jalan berupa tebing batu kapur ketika hendak ke dusun ini. Batu kapur digunakan sebagai baham agar proses pemahatan lebih mudah karena teksturnya lembur sehingga mudah di bentuk. Jenis batuan yang digunakan juga menjawab patung dipahat dengan sangat detail, ya itu tadi karena mudah dibentuk. Setalah patung terbentuk lalu mereka mengeraskan dengan cara di bakar. Hmm… Masuk akal juga teori ini.
Dan seperti yang saya jelaskan di atas, patung ini butuh tempat layak. Sebagai manusia modern bukankah lebih baik bila kita menghargai karya seni masa silam dengan cara memberikan naungan yang layak?.
Menuju Goa Hopong
Perjalanan kami menelusuri dusun hopong berlajut menuju goa hopong. Goa yang menyimpan sejarah dan mistreri hingga saat ini. Saat itu hujan gerimis masih mengguyur, namun niatan untuk kesana tak terhalang. Sembari berjalan saya dan Raja hopong bercerita-cerita tentang goa. Disebutkan bahwa di dalam goa terdapat lorong sempit sepanjang 8-9 meter. Di ujung lorong tersebut terdapat sebuah runagan besar. Konon katanya di dalam ruang besar tersebut masih terdapat benda-benda peninggalan sejarah. Namun karena sempitnya lorong tersebut membatasi orang untuk bisa mengkases ke dalamnya. Beliau menantang saya untuk masuk ke dlam lorog tersebut. Hmm…rasa penasaran membuat saya menerima tantangan tersebut.
Lorong sempit dalam goa, di ujung lorong imi konon ada sebuah ruangan besar
Setelah berjalan sekitar ½ jam melalaui jalan dusun dan perladangan sampilah kami dalam goa. Terlihat goa dengan batuan kapur nerwara putih. Kelelawar beterbnagan terusik dengan kehadiran kami. Tempat pertama yang kami tuju adalah lorong yang diceritakan tadi. Headlamp dan lampu sorot kami nyalakan dan saya mulai mengamati lorong tersebut. Cukup dalam dan sempit. Nyali sempat menciut ketika lampu sorot saya arahkan ke dalam. Cahahya lampu sorot yang sangat terang tak mampu menembus ujung lorog tersebut. Segenap nyali dan adrenalin saya kumpulkan dan mulai merayap coba memasuki lorong tersebut. Sempit dan susah bergerak maju, kembali saya arahkan lampu sorot ke dalam dan terliat ujung lorong. Benar adanya cerita sebuah rungan besar di ujung lorong. Namun bahu dan badan saya sudah tak bisa bergerak lagi. Mentok sampai disini saja. Saya perkirakan saya hanya berhasil masuk sejauh 5 meter saja dari pintu lorong tersebut. Hendak di paksakan pun tak bisa lagi. Jujur saja ada rasa was-was ketika memasuki lorong. Satu hal yang ada dalam benak saya adalah ular. Apabila tiba-tiba di depan saya ada ular berbisa, mau lari kemana lagi? Toh untuk bergerak saja susah. Ular pasti ada di goa ini. Kelelawar penghuni goa adalah magsa bagi ular. Meski agak kecewa antaran rasa penasaran belum terwujud. Namun saya memilih aman. Hehe
Coba memasuki lorong sempit tersebut
Selepas dari lorong ini, kami mencoba menjelajahi sisi lain di dalam goa ini. Ada sebuah lorong lagi yang di dasarnya mengalir ar sbesar parit. Saya ikuti lorong tersebut hingga mentok pada celah sempit. Ntah dari mana air ini bersalah. Di hadaan saya hanya ada lubang kecil tempat air mnagalir. Pada sisi lain, ada sebuah ruang yang cukup besar yang ketika saya masuki kelelawar bertebangan menghambur. Tak terasa sudah 1 jam kami berada dalam goa ini. Kami akhirnya berkumpul dan duduk di bibir goa untuk beristirahat sembari bercerita lebih lanjut mengenai goa ini.
Next time I ‘ll be back agin! Ya, saya pasti datang lagi ke goa ini membawa peralatan yang lebih lengkap untuk dapat menuntaskan rasa pensaran terhadap lorong yang gagal saya tembus tadi. Usai istirahat kami memutuskan kembali ke rumah kepala dusun untuk makan siang. Tak terasa hari sudah siang dan perut sudah meminta di isi makanan untuk energi menjelajah tempat lainnya di dusun ini.
Menuju Air Terjun Aek Lombang
Destinasi yang kami tuju selanjutnya adalah air terjun Aek Lombang. Sebuah air terjun yang terletak di belakang dusun hopong. Untuk menuju air terjun ini kami melewati perladangan dan bentang sawah yang indah. Dimana terdapat sawah berbentuk setengah lingkaran dengan tegalan berundak yang sedang menghijau. Masyarakat modern menyebutnya dengan sawah tersering. Lengka dengan aktivitas petani yang sedang menggarap lahan persawahan mereka.
Hamparan sawah indah di dusun Hopong
Di sisi persawahan terdapat sungai aek lombang. Sungai ini yang menjadi sumber air yang mengaliri persawahan tampak dari saluran bambu sebagai jalur air yang mengairkan ke sawah. Pada sungai ini terdapat beberapa tingkat air terjun dan pada ujungnya sungailah air terjun yang paling tinggi berada. Sungai ini berhulu pada hutan yang terdapat di sekeliling desa. Hutan yang banyak ditumbuhi pohon sampinur tali. Dihutan ini pula orangutan (pongo abelii) hidup. Saat musim buah orangutan sering terlihat oleh warga masyarakat.
Air terjun Aek Lombang
Kami coba menelusuri aliran sungai yang bertingkat dengan air terjun di setiap tingkatannya. Basah-basahan dengan tujuan ke air tejun yang terletak d ujung sungai. Air terjun yang paling tinggi itu tujuan kami. Semua masih alami, tak tampak sampah plastik di sepnajang aliran sungai. Tumbuhan pun masih tampak sangat baik. Air terjun yang jarang di jamah manusia. Hembusan angin menerbangkan kabut air yang semakin lama menggigilkan tubuh. Sebab itulah setelah puas menikmati keindahan alam ini kami beranjak perlahan kembali.
Menuju Makam Tua
Usai menjelah air terjun kami di ajak oleh Raja Hopong untuk mengunjungi makam tua yg terletak disisi lain dusun ini. Terletak tepat di belakang mesjid hopong. Sebuah pemakaman tua. Hal itu ditandai dengan batu nisan/prasati dengan tulisan aksara batak. Teman saya yang bisa membaca aksara batak tersebut mencoba menerjemahkan. Ada sebuah makam yang bertuliskan tahun 1929. pemakaman yang bercampur antara islam dan kristen. Masing-masing dengan ciri khas tersendiri. Jelaslah sudah ini membuktikan bahwa sudah sejak lama masyarakat Hopong hidup damai berdampingan walau bergam kepercayaan ada disana. Dari bukti sejarah ini dapat dikatakan dusun ini sudah cukup tua. Namun lebig tua lagi kompleks pemakaman kuno yang saya ceritakan di awal tadi. Namun sayang, tidak ada satu orangpun yang tau sejarah untuk di ceritakan. Hingga putuslah cerita perdaban kuno yang pernah eksis dalam waktu lama di dusun ini dahulu kala. Andai saja ada arkeolog yang meneliti lebih lanjur situs ini. Mungkin cerita sejarah yang terputus tersebut dapat di sambung kembali.
Puas melihat dan mendokumentasikan ini semua, kami bergerak meningggalkan tempat ini. Sampai di dusun sekitar pukul 16:30 wib, segera kami packing mengemasi barang ke dalam ransel. Sembari menikmati sajian kopi sore. Sekitar pukul 17.00 wib kami berpamitan pergi meningglakan dusun ini pada warga. 2 hari kmai puas menjelajahi dusun kuno penuh sejrah ini. Dusun yang jauh dari erhatian pemerintah. Minim pembangunan infrastruktur. Sampai jumpa kembali di lain waktu. Aku pasti kembali.
Dan berikut ini adalah hasil jepretan lainnya yang sayang kalau tidak saya publikasikan.
Inilah kisah petualangan kami di dusun Hopong. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca tulisan saya ini. Silahkan berinteraksi melalui kolom komentar yang saya sedikan di bawah bila ada yang hemdak disampaikan. Sampai jumpa kembali dalam kisah-kisah petualangan saya lainnya.
Penulis: Decky Chandrawan
Cp: 0823-70443-4044
Adika Royanto Simanungkalit
Jul 02, 2017 @ 21:58:09
Baru pas lebaran kmrn tgl 25 juni 2017 ke hopong, Bapak kelahiran hopong marga Simanungkalit pas d sebelh masjid rumahnya ☺️
Hopong Village - LakeToba.com
Mar 04, 2022 @ 08:36:43
Bocah Rimba
Jul 08, 2022 @ 15:19:54
Ok